KADO KECIL UNTUKMU LAMSEL

KADO KECIL UNTUKMU LAMSEL

Oleh: H. Rudi A Kalianda Muhammad. S.Sos. (Jurnalis, Dewan Penasehat PWI Perwakilan Lampung Selatan). Tepat tanggal 14 November 2015 kemarin, Kabupaten Lampung Selatan berusia 59 tahun. Usia kabupaten serambi sumatera ini memang belum renta, namun cukup matang. Sejarah mencatat jika kabupaten ini telah beranak pinak melahirkan dua kabupaten baru yakni Tanggamus dan Pesawaran. Bahkan juga memiliki “cucu” yang bernama Kabupaten Pringsewu. Kini ketiga kabupaten itu-pun telah mandiri dan berkembang dengan pertumbuhan yang cukup signifikan. Lalu bagaimana dengan Lampung Selatan sendiri?. Tentu jika anak dan cucunya tengah berjuang menjadi kabupaten yang maju, bisa di pastikan induk-nya lebih dulu melesat dan menancapkan tonggak sebagai kota modern. Sejak kelahirannya pada 14 November 1956, Lamsel sudah berkali kali berganti pemimpin. Dimana setiap pemimpinnya pasti memiliki visi yang tajam dan cemerlang untuk menasbihkan kabupaten ini layak dan pantas sebagai pintu gerbang pulau sumatera. Hari ini Lamsel dinakhodai seorang putra terbaik di bumi Lampung H. Kherlani. Tidak berlebihan bila saya mengatakan Kherlani merupakan salah satu yang terbaik dari sekian banyak pejabat yang baik dari pemprov Lampung, untuk diutus menjadi penjabat bupati Lampung Selatan. Tentu Gubernur M. Ridho Ficardo punya alasan dan pertimbangan serta kajian yang mendalam untuk hal ini. Setelah melewati hari ke-105 pelantikannya, Kherlani langsung menggebrak dengan inovasi yang cukup visioner. Diantaranya, Water Front City. Dia berharap Kalianda menjadi kota modern pinggir pantai, yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas modern bagi warga menjadi Kota tujuan wisata bagi para wisata domestik dan international. Namun ide dan visinya belum sejiwa dengan perangkat SKPD yang ada dibawah kendalinya. Kabinetnya terkesan gagal paham, tertatih-tatih dan masih sulit beradaptasi untuk membaca arah pemikiran dan kebijakan dirinya. Menurut saya, sudah sepatutnya Kherlani berani merotasi dan mengisi sejumlah formasi jabatan kosong di kabinetnya. Ini penting agar pergerakan roda pemerintahan dapat berjalan sinergi dengan ide-ide serta inovasinya. Kalau boleh menganalogikan dalam sejarah islam, Khalifah Umar Ibnu Al-Khattab pernah mengganti dua kali pejabatnya. Yang pertama “singa gurun pasir” Khaleed bin Waleed. Khaleed yang kala itu menjadi panglima perang kaum mukminin digantikan oleh Abu Ubaedah bin Al-Jarroh yang terkenal lembut. Khaleed yang juga di juluki pedang Rasulullah itu selalu berhasil memenangkan peperangan dan puncaknya menundukkan romawi. Kesuksesan Khaleed inilah yang menghawatirkan Amirul Mukminin Umar ibnu Al-Khattab karena Khaleed mendapat pujian dan pujaan yang berlebihan. Apalagi sebelumnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddik pun pernah melontarkan ucapan yang menjadi stigma umat Islam kala itu. “Hari ini, esok, dan nanti tidak akan ada lagi seorang ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khaleed,” Umar bergeming dan khawatir akan itu semua menjadi kultus, dan kemenangan serta keberhasilan itu berkat Khaleed bukan pertolongan dan campur tangan Allah SWT. Untuk persona non grata kedua Umar mencopot Gubernur Mesir Amr bin Ash, karena arogansi dan gagal mendidik putranya yang bermewah-mewahan. Umar mengganti Amr bin Ash dengan Abu Hurairah sang ahli hadist yang sehari-harinya tinggal dan tidur di mesjid Nabawi, karena memang Abu Hurairah tak punya rumah. Berangkat dari sejarah ini sudah selayaknya Kherlani segera melakukan rolling agar tak menimbulkan kerisauan di SKPD nya serta mempercepat akselarasi kemajuan wajah Lampung selatan dengan Ibukotanya Kalianda tercinta. Berjumput-jumput harapan masyarakat di bebankan pada pundaknya untuk melihat perbaikan primer seperti infrastruktur dan pelayanan. Meski belum terlihat maksimal namun upaya kerasnya begitu tampak. Hal ini patut kita apresiasi. Mengingat Kherlani sendiri adalah birokrat pejuang yang merintis karir kepegawaiannya dari nol. Betapa tidak, dia memulai dari tenaga honor kemudian diangkat menjadi PNS golongan I hingga mencapai puncak karir yang teramat istimewa dengan pangkat golongan IV E. Bahkan berbagai jabatan bergengsi di provinsi ruajurai ini pun pernah diembannya hingga kini beliau diamanatkan menjadi penjabat bupati Lampung selatan. Kemarin saya agak miris mengikuti paripurna istimewa HUT ke-59 Lamsel. Betapa tidak, banyak kursi yang kosong tidak berbanding lurus dengan jumlah undangan yang disebar panitia. Tentu ini pertanda masih belum mulusnya komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya. Sudah semestinya dalam perayaan ini animo masyarakat akan tinggi jika saja komunikasi dua arah tidak tersumbat. Saya membhatin didalam hati apakah perayaan hut lamsel ini hanya untuk pejabat? Kontradiksi muncul manakala digelar pesta rakyat namun peserta dan undangan yang hadir disesaki pejabat. Sehingga momentum ulang tahun ini kehilangan makna dan menjadi pesta pejabat, dengan seremoni tiup lilin dan potong tumpeng belaka. Kedepan banyak hal yang mesti dibenahi dan di evaluasi agar perayaan ini bisa dirasakan secara utuh oleh rakyat, dan untuk rakyat. Semoga..

Sumber: