BPN : Prona Bukan Gratis, tapi Dibiayai Negara
KALIANDA – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lampung Selatan memastikan program nasional (prona) sertifikasi tanah di Bumi Khagom Mufakat tidak gratis, melainkan biaya pembuatan itu dibiayai oleh negara. Nah, dalam pembiayaan itu, negara tidak semuanya membiayai kebutuhan anggaran dalam pemerosesan sertifikat tanah mulai dari nol sampai berbentuk sertifikat jadi. Kepala BPN Lampung Selatan Ahmad Aminnullah merinci, biaya yang ditanggung negara meliputi beberapa item. Antara lain proses pengukuran lahan, pencetakan gambar tanah dan tandatangan pengesahan sertifikat dari kepala BPN. “Agak rancu juga ya kalau dibilang gratis. Sebab, sebenarnya tidak gratis. Biaya pokok pembuatan sertifikatnya dibiayai oleh negara,” kata Ahmad Aminnullah kepada Radar Lamsel di Kantor BPN Lamsel, Selasa (18/7) kemarin. Dia menjelaskan untuk pemerosesan sertifikat tanah ada hal-hal teknis yang dilakukan oleh tim pelaksana dilapangan. Seperti survei lokasi, pematokan batas lahan, hingga pengurusan administrasi. Proses itu, kata dia, dilakukan oleh petugas bersama kelompok masyarakat (Pokmas) selalu koordinator penghimpun prona yang keberadaannya dilegalisasi oleh aparatur kelurahan maupun kepala desa. “Kerja-kerja lapangan ini yang tidak dibiayai oleh negara,” ungkap dia. Ahmad Aminnullah mengakui, dalam proses pembuatan sertifikat tanah tersebut, BPN tidak memiliki anggaran untuk melakukan kegiatan-kegiatan teknis lapangan yang tidak dibiayai oleh negara. Oleh karena itu, lanjutnya, agar program tersebut dapat berjalan, pihak BPN menyerahkan kegiatan kerja lapangan dalam prona sertifikasi tanah kepada pihak kelurahan dan desa agar dapat melibatkan Pokmas yang terdiri dari kepala lingkungan, RT, RW dan apartur desa setempat untuk mengkoordinir program sertifikat tersebut. “Tapi ingat, meski yang bekerja dilapangan adalah pokmas, namun berkas permohonan sertifikat tersebut yang menyerahkannya harus dari pihak kelurahan maupun desa. Sebab yang kami berikan kewenangan untuk mengkoordinir program tersebut adalah kepala desa dan kepala kelurahan, bukanya pokmas,” terangnya. Terkait besaran dana pungutan dalam pemerosesan pembuatan sertifikat tanah melalui prona, Ahmad Aminnullah mengatakan, yang menentukannya adalah Pokmas melalui musyawarah bersama kepala lingkungan, kepala desa, serta RT-RW setempat. “Kalau soal biaya lapangan itu kami tidak memiliki kewenangan dalam menentukannya. Sebab itu semua adalah urusannya pokmas. Jadi masyarakat jangan salah paham mengenai hal ini. Ada baiknya masyarakat melibatkan diri dalam musyawarah,” pungkasnya. Dibagian lain, Ketua Pokmas PTSL Kelurahan Way Urang Chairum Fansuri, H.S mengakui adanya biaya pembuatan sertifikat tanah melalui program prona tersebut. Dia menuturkan, biaya sebesar Rp550 ribu per sertifikat yang ditarik dari warga pemohon itu kegunaanya untuk transport bagi petugas pengecek lahan, pematokan, pengukuran, insentif petugas, administrasi berkas, serta kebutuhan materai. “Biaya tersebut merupakan hasil kesepakatan kami bersama para kepala lingkungan, RT dan RW yang tergabung dalam Pokmas PTSL Way Urang. Mengapa kami pungut biaya, karena kami memang tidak mendapat honor serta biaya untuk mengurus berkas para pemohon sertifikat, dari pihak BPN,” pungkasnya. (iwn)
Sumber: