“Profesi Kami Merasa Tercoreng”

“Profesi Kami Merasa Tercoreng”

Keterlibatan Oknum Guru dalam Bisnis dan Jaringan Prostitusi Pelajar

KALIANDA – Bisnis prostusi di kalangan pelajar di Kabupaten Lampung Selatan semakin membuat resah banyak kalangan. Keterlibatan oknum guru dalam kegiatan esek-esek ini membuat organisasi-organisasi guru  geram dan angkat bicara. Menurut mereka, profesinya serasa dicoreng. Seperti yang disampaikan Ketua PGRI Lamsel M. Yamin Daud saat dikonfirmasi Radar Lamsel, kemarin. Pihaknya sangat menyesalkan fenomena tersebut jika benar terjadi ada oknum guru yang ikut dalam kegiatan tersebut. “Kita sangat sesalkan jika benar ada guru yang terlibat. Ini tidak bisa kita tolelir lagi. Harus ditindak tegas. Saya sangat kecewa dengan kondisi ini. Masa iya, guru yang seharusnya mendidik malah menjerumuskan muridnya,” kata Yamin. Selama ini, PGRI memang pernah mendengar merebaknya isue prostitusi di kalangan pelajar. Namun, dirinya tidak pernah menanggapi karena baru sebatas isapan jempol dari mulut ke mulut. “Selama ini memang banyak isue ke arah itu. Tetapi, kita tidak bisa mengambil kesimpulan. Harus membuktikannya dengan langkah yang strategis. Harus ada pengintaian secara serius,”imbuhnya. Karena hal ini, PGRI akan terus memberikan pemahaman bagi kalangan guru di wilayah Khagom Mufakat ini. Dengan cara, mengingatkan tugas seorang tenaga pendidik agar lebih konsen dan intensif dalam melaksanakan profesinya. Yaitu, mengutamakan pendidikan dengan membentuk akhlak dan karakter anak. “Guru itu tugasnya mendidik dulu baru mencerdaskan. Bukannya terbalik mencerdaskan dulu baru mendidik. Itu salah kaprah. Kalau sampai terbalik, nantinya anak-anak kita ini otaknya yang lebih bermain dari pada hatinya. Ini yang membuat bangsa ini akan hancur,”tukasnya. Forum Guru Independen  Indonesia (FGII) Lampung pun bereaksi atas pemberitaan koran ini kemarin. FGII menilai, keterlibatan seorang guru dalam bisnis dan jaringan prostitusi pelajar telah mencoreng dunia pendidikan. Ketua II FGII Propinsi Lampung Isha Noorhamid mengaku terkejut saat membaca halaman utama koran ini. “Jujur, apa yang disampaikan oleh KPA kepada publik membuat saya yang seorang guru merasa terhenyak, emosi sekaligus malu,” ujar Isha. Menurutnya, jika mengikuti emosi, apa yang disampaikan oleh KPA Lamsel dengan menyebut keterlibatan guru dalam bisnis ini membuat dirinya merasa tercoreng sebagai guru. “Tetapi, jika ini fakta, maka harus ditindak lanjuti secara tegas,” katanya lagi. Kalau oknum itu seorang PNS maka, pemerintah harus tegas memecatnya. Jangan sampai nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena satu orang oknum, nama guru yang tercoreng,” tambah Isha. “Kalau berbicara prostitusi pelajar, mungkin dari sepuluh tahun yang lalu, dan ini terjadi disemua kota termasuk dipropinsi Lampung.  Karena saya juga memakukan fasilitasi terhadap perlindungan anak termasuk didalamnya jual-beli pelajar untuk urusan begituan (prostitusi-red). Karena itu, kami juga meminta agar KPA dapat mengajak kalangan pendidikan, baik instansi terkait, sekolah, kalangan guru untuk duduk bersama mencari solusi dan penanganan terhadap masalah ini,” tandas Isha yang juga merupakan fasilitator Sekolah Rumah Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini. Disisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lamsel juga ikut angkat bicara.Menurut Wakil Ketua Umum MUI Lamsel KH. A. Rafoq Udin, S.Ag., M.Si., fenomena mewabahnya bisnis esek-esek di kalangan pelajar disebabkan minimnya perhatian orang tua diera saat ini. Sehingga, anak-anak mencari kesenangan diluar rumah dengan mengikuti cara yang yang salah melalui perkembangan tekhnologi elektronik. “Sebetulnya, ini bukan hanya menjadi perhatian kalangan pendidikan saja. Tetapi, orang tua sebagai orang yang harus bertanggungjawab penuh. Sebab, saat ini orang tua kurang kasih sayang dengan membiarkan anaknya karena sibuk dengan urusan pekerjaan atau lainnya,”kata Rafiq kepada Radar Lamsel, kemarin. Semestinya orang tua bisa memberikan atau menyempatkan diri membimbing anak-anaknya dengan ilmu agama untuk membentengi moral anak. Misalnya, dengan memberikan perhatian kecil sekedar mengingatkan untuk makan bersama dan mengaji bersama usai menjalankan sholat berjamaah. “Anak ayam saja kalau maghrib tidak pulang ke kandang pasti sibuk dicari. Kita sebagai orang tua juga harus bisa menyempatkan untuk sholat berjamaah dilanjutkan dengan mengaji sampai waktu Isya’. Setelah itu, bisa makan bersama dan bercengkerama terhadap keluarga. Alangkah indahnya jika seperti itu bisa dilakukan setiap hari. Kita bisa mengetahui keluh kesah sang anak,”imbuhnya. Jika orang tua minim ilmu agama, lanjutnya, saat ini terdapat pondok pesantren di setiap daerah. Sehingga, para orang tua bisa menitipkan anaknya untuk mengenyam pendidikan keagamaan. Atau, membelikan buku bacaan soal agama yang berisi tentang materi moral dan pembentukan karakter anak. “Pondok pesantren sudah banyak, bisa saja dengan cara menitipkannya di pesantren. Karena memang fenomena ini terjadi akibat perkembangan tekhnologi. Anak-anak bebas mengakses internet melalui gadged yang mereka miliki. Orang tua jangan diam saja, kita harus tanya apa saja yang sudah dilalui anaknya hari ini di sekolah. Karena, sekolah tidak memberikan pelayanan sampai 24 jam,”tukasnya.(idh)

Sumber: