Zulkifli Penuhi Kebutuhan Keluarga Dari Hasil Penjualan Rongsokan

Zulkifli Penuhi Kebutuhan Keluarga Dari Hasil Penjualan Rongsokan

Mengais rezeki dari tong sampah di jalan protokol Kalianda. Setiap malam, Zulkifli (55), bersama anaknya Hasbuna (12) mengitari jalan protokol demi mencari rongsokan agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana kisahnya?

  Laporan Randi Pratama, Kalianda. MALAM di Kota Kalianda, sekitar pukul 23.09 WIB, Selasa (3/7) kemarin jauh dari keramaian. Saat itu, hanya ada satu dua tempat di pinggir jalan yang dipakai orang-orang mengobrol dan beberapa motor dan mobil yang berseliweran di jalan protokol. Sepinya aktivitas dan kendaraan yang berlalu-lalang, karena pada saat itu hampir mencapai tengah malam. Waktu di mana orang-orang beristirahat dan memejamkan mata di kasur dan di tutup selimut demi meraih mimpi yang indah. Namun di saat orang-orang sedang sibuk membentang dan memejamkan mata, ada seorang pria dan anaknya yang sibuk mengobrak-abrik puluhan kotak sampah yang tersebar di jalan protokol demi mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhannya. Pria itu adalah, Zulkifli (55) dan anaknya Hasbuna (12). Pria kelahiran Lingkungan Lakar, RT 01/RW 02, Kelurahan Wayurang ini setiap malam selalu mencari rongsokan. Dia berangkat pukul 22.00 WIB, pulang pukul 24.00 WIB. Zulkifli mulai mencari rongsokan tepat di pertigaan lampu merah depan Hotel Kalianda. Dari situ, dia melangkahkan kaki menghampiri dan membongkar tiap kotak sampah yang ada di pinggir jalan hingga sampai ke kantor Pemkab Lamsel. Usai mengitari lingkungan di pusat pemerintahan ini, Zulkifli kembali melanjutkan mencari rongsongkan di jalan protokol menuju arah ke Hotel Kalianda. “Saya mulai dari arah Hotel Kalianda, kemudian ke Pemda, sudahnya kembali lagi ke arah Hotel Kalianda dan pulang ke rumah,” katanya saat ditemui Radar Lamsel di jalan protokol depan SMAN 1 Kalianda. Jenis rongsokan yang diambil oleh Zulkifli adalah barang bekas yang memiliki nilai jual seperti, kardus, plastik botol, kaleng dan besi. Pria yang mempunyai 7 anak ini mendapat penghasilan Rp 15 ribu dari hasil penjualan rongsokan yang didapat. “Kadang juga lebih, tapi rata-rata dapat segitu,” ucapnya. Pada siang hari, Zulkifli juga mencari rongsokan di sungai dan laut. Namun itu jarang dilakukan karena dirinya harus melihat situasi banyak atau tidaknya rongsokan di dua lokasi itu. Lokasi yang sering dihampiri adalah sungai di dekat pasar Inpres Kalianda, dan di laut Sanggar. “Tapi jarang, kalau habis hujan baru saya ke sana,” katanya. Meski mencari rongsokan, Zulkifli tau tata cara menghormati orang-orang. Dia sengaja memilih waktu malam hari karena tak ingin mengganggu kenyaman masyarakat di sekitarnya. “Kalau jam segini sepi, orang yang dagang sudah pulang. Jadi saya bisa leluasa, kalau masih ada yang dagang dan beli kan tidak enak. Nanti melihat saya jadi kehilangan nafsu makan,” ucapnya. Zulkifli mengaku semua pendapatan itu ia pergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Beban Zulkifli sangat berat, hanya dengan nominal yang mungkin bagi sebagian orang bernilai sedikit, ia gunakan untuk menghidupi biaya makan dan sekolah untuk 3 anaknya. Putra sulungnya baru saja menyelesaikan pendidikan SMA, sementara 3 putranya masih duduk dibangku SD. Sedangkan dua anaknya yang paling kecil masih berumur 4 dan 3 tahun. “Yang sekolah ada 3 orang, semuanya SD. Yang dua paling kecil 2 belum bersekolah,” katanya. Tiap malam Zulkifli ditemani anaknya secara bergantian, ketiganya adalah Hasbuna, Tarmizi dan Rusman. Tapi yang paling sering adalah Hasbuna. Hasbuna yang saat ini masih duduk dibangku kelas 5 SDN 1 Wayurang ini mengaku tidak malu dan merasa lelah menemani orang tuanya, bahkan jika lelah dia tidur di gerobak tempat rongsokan. “Kalau ngantuk tidur di gerobak bapak. Dulu iya (malu’red), tapi sekarang tidak. Malah saya bangga bisa membantu bapak mencari rezeki, jadi kalau tidak membantu malah tidak enak,” kata Hasbuna. Dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, Zulkifli sendiri yang menanggungnya. Karena istrinya yang bernama Nurbaiti tak bekerja, ia sibuk mengurus rumah tangga. Meski begitu, Zulkifli tetap berjuang untuk memenuhi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Zulkifli juga tak malu mengakui saat mencari rongsokan ada saja orang yang memberinya. Ia pun tak memandang pemberian karena orang menganggap ia pengemis, karena menurutnya ia bukanlah orang seperti itu. “Terkadang saya diberi uang, saya terima. Tapi saya menganggap mereka berbagi rezekinya kepada saya, dan bukan pengemis. Karena saya bekerja,” katanya. Dengan kondisi yang dialaminya, Zulkifli sedikit berharap adanya uluran tangan atau bantuan dari pemerintah. Ia tak meminta belas kasih berupa uang, ia hanya meminta diberi pekerjaan yang lebih baik agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. “Semoga pemerintah melihat dan memperhatikan orang-orang seperti saya, supaya orang seperti saya bisa menjalani kehidupan yang lebih baik,” katanya. (*)

Sumber: