Pertaruhan Kredibelitas Penyelenggara Pilkada
KALIANDA – Peristiwa terganjalnya Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Bupati/Wakil Bupati Lampung Selatan, Hipni dan Melin Haryani Wijaya sebagai calon peserta pilkada, ternyata tak luput dari pengamatan kalangan akademisi. Sejumlah pakar hukum menilai di sinilah kredibilitas penyelenggara Pilkada di uji tindak-tanduknya. Apakah keputusan tersebut tetap dengan tafsiran KPU di awal? atau justru tafsiran itu bisa berubah pasca laporan Hipni cs ke Bawaslu hari ini?. Akademisi Universitas Lampung (UNILA) Dr. Yusdianto, AH, MH tidak begitu menanggapi secara spesifik soal peristiwa bapaslon yang dianggap menjadi pihak yang merasa dirugikan. Sebab, dalam regulasinya semua telah diatur berdasarkan mekanisme dan aturan perundang-undangan. “Saya tidak ingin memberikan penilaian terhadap persoalan itu. Kalau bicara soal benar atau salah sebaiknya kita bicara di pengadilan. Sudah siap saya memberikan pendampingan jika ada pihak yang berkenan membutuhkan jasa saya,” kata Yusdianto mengawali perbincangan seraya bergurau, Minggu (27/9) kemarin. Dalam peristiwa ini, dia justru menyoroti pihak penyelenggara pemilu yang menjadi pihak berwenang dalam mengambil sebuah keputusan. Sebab, salah satu tugas berat yang berada di pundak jajaran komisioner adalah menghadirkan calon pemimpin yang memenuhi syarat dan memiliki kapasitas serta integritas. “Kita tidak memberikan apresiasi kepada KPU Lamsel dengan keputusan yang telah mereka keluarkan. Tapi poinnya yang pertama, KPU punya kewajiban menghadirkan calon pemimpin dalam pilkada itu yang seperti saya sebut tadi. Sama halnya dengan partai politik yang tentunya wajib mengusung dan memberikan rekomendasi kepada calon yang memiliki syarat-syarat yang sama,” tegasnya. Poin berikutnya yang jadi sorotannya justru berkaitan dengan kredibilitas KPU Lamsel sebagai penyelenggara. Sebab, jika salah dalam mengambil keputusan dan kebijakan berdasarkan regulasi yang berlaku maka akan menimbulkan stigma negatif di kalangan masyarakat. “KPU secara otoritas punya kewenangan dalam menjalankan tugasnya sesuai regulasi. Maka, disinilah harapan publik bahwa KPU harus bersikap profesional, mandiri dan akuntabel. Profesionalitas KPU itu akan terlihat dari tindak-tanduknya sejak awal. Justru, jika publik melihat ada kinerja yang salah dan tidak sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan tentu akan menjadi problem,” tandasnya. Lebih lanjut dia mengatakan, pihak yang berkepentingan bisa melakukan upaya hukum dengan melayangkan gugatan sengketa administrasi pilkada ke Bawaslu. Perihal tersebut, terdapat tiga poin penting yang harus dilihat oleh pihak peradilan pilkada dalam mengambil keputusannya. “Pertama, apakah calon yang ditetapkan itu oleh lembaga yang berwenang. Lalu yang kedua, apakah proses penetapannya sudah sesuai dengan syarat dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dan yang terakhir apakah materi dari substansi yang ditetapkan menimbulkan pelanggaran hak konstitusional bagi pihak penggugatnya. Tiga hal ini yang harus dilalui. Jika tidak dilalui, Bawaslu bisa mengkoreksinya,” lanjutnya. Dia berharap, pilkada serentak tahun ini sangat terikat dengan waktu dan jadwal. Maka, peradilan sengketa administrasi harus dilakukan secara terbuka, cepat dan diterima oleh masing-masihng pihak. “Nah, ini berbagai sisi yang bisa kita simpulkan dalam peristiwa politik yang terjadi di Lamsel. Jadi, kita berharap jika dilakukan gugatan Bawaslu bisa berkeadilan seadil-adilnya,” pungkasnya. Tanggapan akademisi lain juga disampaikan Ketua STIH Muhammadiyah Kalianda, Subagio, SH, MH. Dia menegaskan, jika telah mendengar informasi terkait tidak ditetapkannya salah satu bapaslon oleh KPUD. Menurutnya, KPUD Lamsel selaku penyelenggara pemilu memiliki otoritas dalam memutuskan suatu kebijakan berdasarkan prosedur serta regulasi yang berlaku. “Secara normatif, KPU punya otoritas penuh dalam mengambil keputusan. Namun, harus tetap menaati prosedur dan aturan yang berlaku,” kata Subagio mengawali perbincangan, Minggu (27/9) kemarin. Dalam peristiwa politik ini, dia menilai pihak penyelenggara tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Bahkan, Subagio beranggapan jika KPUD telah melakukan berbagai tahapan verifikasi dalam mengambil keputusan. “Masa iya, KPU asal-asalan memutuskan penetapan calon? Tentu penyelenggara telah melakukan berbagai verifikasi mulai administrasi dan semacamnya terkait syarat penjaringan itu sendiri. Secara konteks hukum KPU punya kewenangan penuh memutuskannya. Tapi, dalam hal ini harus benar-benar teliti dan cermat dalam mengambil keputusan,” imbuhnya. Jika dalam menetapkan keputusan atau kebijakan terdapat pihak yang dirugikan, lanjut Subagio, masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan. Namun, harus menyertakan berbagai dokumen yang menjadi obyek dalam persoalan tersebut. “Tentu saja sangat dianjurkan atau dipersilahkan jika ada pihak yang berkepentingan melakukan upaya hukum. Kanal nya masih ada di Bawaslu. Nah, dalam hal ini yang dinamakan sengketa pilkada. Nantinya, Bawaslu yang akan menentukan keputusan setelah adanya gugatan tadi. Tetapi tetap berdasarkan mekanisme dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” lanjutnya. Saat disinggung sejauh mana sepengetahuannya mengenai persoalan yang menimpa kubu bapaslon Himel, Subagio mengaku tidak mengetahui secara mendetail. “Setahu saya hanya tentang pasal terkait narapidana didalam PKPU itu. Tapi, regulasinya seperti apa saya kurang memahami. Apalagi ditengah pandemi ini banyak perubahan aturan ditubuh penyelenggara pemilu,” imbuhnya. Pada bagian lain, Subagio menyatakan, jika dalam suatu pasal perundang-undangan kerap memunculkan berbagai pengertian atau kerap disebut sebagai multi tafsir. “Memang multi tafsir kerap terjadi. Tapi, yang perlu diketahui jika kepastian hukum itu dilihat berasaskan keadilan,” tutupnya. Di bagian lain, Ketua Bawaslu Lamsel, Hendra Fauzi belum mau berkomentar banyak terkait hal tersebut. Sebab, secara administrasi belum ada gugatan yang masuk pasca penetapan calon. “Pihak bapaslon Himel baru melakukan konsultasi mekanisme menyampaikan gugatan sengketa pilkada. Masih kita tunggu sampai batas waktunya besok,” kata Hendra. Saat ditanya soal pasal yang menjadi musabab ditolaknya bapaslon Himel, Hendra enggan menanggapinya. “Kalau urusan itu kita tunggu saja. Karena memang sampai sekarang belum ada gugatan yang masuk,” pungkasnya. (idh)
Sumber: