Hasil Musyawarah, Biaya Proses Prona Rp 500 Ribu
PENENGAHAN – Aparat Pemerintah Desa Kekiling, Kecamatan Penengahan mengundang seluruh warganya untuk menghadiri sosialisasi biaya pembuatan sertifikat tanah melalui program nasional agraria (Prona), Jum’at (21/7) lalu. Undangan sosialisasi yang wajib dihadiri warga itu untuk meluruskan kabar tak sedap yang muncul karena ada salah seorang warga yang mengutarakan jika biaya prona di Desa Kekiling mencapai Rp 550 ribu hingga Rp 1 Juta. Hasil musyawarah sosialisasi itu, warga Desa Kekiling akhirnya sepakat jika biaya pembuatan sertifikat tanah melalui prona dikenakan biaya Rp 500 ribu per bidang. Uang Rp 500 ribu itu sebagai biaya surat sporadik, ATK dan biaya kebutuhan tim desa. Kepala Desa Kekiling Idham Husni didampingi Camat Penengahan Drs. Koharuddin menjelaskan bahwa pembuatan sertifikat tanah dilakukan hanya sebatas lingkungan sekitar rumah saja. “Untuk yang lain nanti dulu, karena yang harus diutamakan adalah rumah dan pekarangan,” kata Idham Husni saat ditemui Radar Lamsel usai menggelar sosialisasi. Idham melanjutkan, sebanyak 300 kepala keluarga (KK) di Desa Kekiling mendaftar pembuatan sertifikat tanah melalui Prona. Jumlah itu melebihi batas yang telah ditetapkan, karena Desa Kekiling hanya dijatah 100 kk untuk prona. “Jatah untuk Desa Kekiling 100, tapi animo masyrakat membludak hingga 300,” pungkasnya. Robi (26), warga Dusun Kayubi, Desa Kekiling mengaku setuju dengan biaya Rp 500 ribu untuk pembuatan sertifikat tanah itu. Karena nominal pembuatan sertifikat tanah yang telah disepakati oleh warga itu masih terbilang lazim. “Menurut saya pribadi, biaya Rp 500 ribu itu normal. Karena saya pernah mendengar desa lain, jika biayanya lebih besar dari ini,” katanya. Camat Penengahan Drs. Koharuddin mengaku lega dengan adanya kesepakatan antara warga dan aparat desa. Menurutnya, kesepakatan semacam itu memang perlu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan masalah. “Ini adalah kesepakatan terbaik dan sama-sama diketahui semuanya, saya harap tidak menimbulkan gejolak antara warga dan aparat desa,” pungkasnya. (rnd)
Sumber: