Ombudsman : Pungutan Jangan Mengada-ada!
Pungutan Boleh-boleh Saja, Wajib Diumumkan
KALIANDA – Pungutan dalam pemerosesan program nasional agraria (Prona) harus jelas peruntukannya. Jika tidak jelas itu merupakan pungutan liar (pungli). Tak hanya jelas, pungutan tersebut juga harus diumumkan kepada publik melalui papan pengumuman ditempat-tempat pelayanan prona. Baik di pemerintah desa, kelurahan, kecamatan, Pemkab maupun badan publik lainnya yang menjadi tempat pelayanan prona. Asisten Senior Ombudsman RI Perwakilan Lampung Ahmad Saleh David Faranto mengungkapkan, pungutan dalam pemerosesan sertifikat melalui prona boleh-boleh saja dilakukan badan publik yang membuka pelayanan. Asalkan, pungutan itu harus jelas dasarnya. “Karena jika mengada-ada, itu pungli namanya,” kata bang David, sapaan akrab Ahmad Saleh David Faranto kepada Radar Lamsel belum lama ini. Lini pelayanan prona, kata David, juga harus dapat mensosialisasikan secara jelas kepada masyarakat atau publik mengenai pembiayaan yang dibebankan. Ini dilakukan untuk memperjelas pembiayaan yang ditanggung oleh negara dan yang tidak. “Apa saja yang ditanggung dan yang tidak harus dijelaskan,” ungkap bang David. Jika tak ada penjelasan, Ombudsman meyakini pungutan yang dilakukan dalam pemerosesan sertifikat melalui prona adalah pungli. Jika demikian Tim Saber Pungli khususnya bidang atau unit penindakan bisa menerima pengaduan atau secara responsif bergerak mengkawal agar prona dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di Lampung bebas pungli. “Ini (bebas pungli) menjadi komitmen Presiden Jokowi yang diputuskan melalui perpres. Kinerja Tim Saber Pungli harus bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat,” ungkap David. Publikasi besaran biaya yang dibutuhkan untuk pemerosesan prona juga menjadi amanah UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dalam pasal 21 disebutkan untuk mengetahui biaya setiap pelayanan yang dilakukan pihak penyelenggara pemerintahan wajib mengumumkan biaya yang dibutuhkan dalam pelayanan tersebut. “Kalau tidak ada pengumuman dan rincian yang diumumkan, rakyat bisa mengadu. Kepada Saber Pungli atau kepada kami juga bisa,” ungkapnya. Sementara itu sejumlah aparatur pemerintahan desa tengah diruduk kegelisahan mengenai pungutan dalam pemerosesan SHM melalui prona tersebut. Sebab, selain rawan terjadinya pungli, aparat pemerintahan tidak diberikan biaya oleh negara untuk mengurusi biaya-biaya dalam pemerosesan SHM yang tidak ditanggung oleh negara. “Terus terang kami ini serba-bingung. Disisi lain program ini harus sukses, tetapi disisi lain tidak ada biaya yang diberikan. Mau mungut kepada masyarakat sudah banyak contoh yang ditangkap gara-gara ini, di Jawa banyak kadus dan kades di amankan tim Saber. Kami butuh solusi mengenai hal ini,” kata salah seorang aparat desa yang mewanti agar namanya tidak ditulis dalam koran. (edw)Sumber: