Zainudin: Ini Bukan Prona!

Zainudin: Ini Bukan Prona!

KALIANDA – Bupati Lampung Selatan H. Zainudin Hasan kembali menegaskan pembuatan sertifikat lahanuntuk warga oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamsel melalui Kementerian Agraria tidak dipungut biaya alias gratis. Penegasan ini disampaikan Zainuddin  usai menghadiri acara Gebyar Paud dilapangan Cipta Karya Kalianda, Selasa (25/7), kemarin. “Sekali lagi saya tegaskan bahwa pembuatan sertifikat lahan khusus masyarakat di kabupaten Lamsel gratis. Yang membutuhkan biaya itu adalah untuk kerjanya, masa iya petugas yang melakukan pengukuran dilapangan tidak makan dan minum. Tapi ingat, biaya yang dipungut jangan sampai memberatkan masyarakat, ya sewajarnya sajalah antara Rp100 sampai Rp200 ribu,” ujar Zainudin saat diwawancarai Radar Lamsel. Iapun mengungkapkan, pembuatan sertifikat lahan untuk 35 ribu bidang di kabupaten Lamsel secara gratis tahun ini bukan diperoleh dari kegiatan program agararia nasional (Prona), tetapi merupakan jatah dari kementerian agraria sesuai dengan usulan yang diajukan oleh pemerintah kabupaten Lampung Selatan. “Kalau bicara prona itu pastinya secara nasional, tetapi pembuatan sertifikat gratis ini memang khusus untuk Lamsel, sesuai dengan yang diusulkan pemkab Lamsel ke kementerian agraria melalui kantor BPN Lamsel. Hal inilah yang harus diluruskan ke masyarakat agar informasi pembuatan sertifikat gratis ini tidak menjadi rancu,” ungkapnya. Zainudin menjelaskan, pada awalnya pemkab Lamsel mengusulkan pembuatan sertifikat gratis sebanyak 50 ribu bidang yang diperuntukkan bagi masyarakat Lamsel. Namunyang disetujui hanya sebanyak 35 ribu bidang lahan. “Tahun 2017 ini pemkab Lamsel sudah dua kali memperoleh jatah pembuatan sertifikat gratis dari kementerian agraria. Pertama melalui prona yang jumlahnya antara 8 sampai 10 ribu bidang lahan, dan semuanya sudah dibagikan ke masyarakat di masing-masing kecamatan. Sedangkan untuk yang kedua ini mendapatkan jatah sebanyak 35 ribu bidang, tetapi bukan dari kegiatan prona melainkanusulan dari pemkab Lamsel,” jelasnya. Untuk itu, kata Zainudin, bagi masyarakat yang mengusulkan pembuatan sertifikat lahan agar bisa memahami dan memaklumi jika petugas meminta biaya untuk proses pengerjaan dilapangan, apalagi masyarakat menginginkan adanya proses pembuatan sertifikat yang cepat. “Yang perlu dipikirkan itu adalah biaya makan dan minum petugas. Masa iya sudah dari pagi sampai sore mengerjakan pengukuran dan pematokan lahan yang kita punya, petugasnya tidak dikasih makan dan minum,” katanya. Biar semuanya transparan dan tidak terjadi kocok bekem, lanjut Zainudin,untuk penarikan biaya proses pengerjaan dilapangan, sebaiknya kepala desa, petugas dan masyarakat harus bermusyawarah untuk menentukan berapa biaya yang dibutuhkan. “Ada bagusnya memang dihitung secara rinci sesuai dengan kebutuhan. Jika ada kepala desa yang meminta biaya yang bunyinya untuk menebus sertifikat dengan jumlah Rp500 ribu- Rp1 juta segera laporkan kepada saya, akan langsung saya copot jabatannya,” pungkas Zainudin. Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan Ahmad Aminullah mengatakan, proses pembuatan sertifikat tanah di Lampung Selatan memangtidak gratis, melainkan biaya pembuatan dibiayai oleh negara. Menurutnya,dalam pembiayaan itu, memang negara tidak semuanya membiayai kebutuhan anggaran dalam pemerosesan sertifikat tanah mulai dari nol sampai berbentuk sertifikat jadi. Ahmad Aminnullah merinci, biaya yang ditanggung negara meliputi beberapa item. Antara lain proses pengukuran lahan, pencetakan gambar tanah dan tandatangan pengesahan sertifikat dari kepala BPN. “Agak rancu juga ya kalau dibilang gratis. Sebab, sebenarnya tidak gratis. Biaya pokok pembuatan sertifikatnya saja yang dibiayai oleh negara,” ungkapnya. Dia menjelaskan untuk pemerosesan sertifikat tanah ada hal-hal teknis yang dilakukan oleh tim pelaksana dilapangan. Seperti survei lokasi, pematokan batas lahan, hingga pengurusan administrasi. Proses itu, kata dia, dilakukan oleh petugas bersama kelompok masyarakat (Pokmas) selalu koordinator penghimpun pembuatan sertifikat yang keberadaannya dilegalisasi oleh aparatur kelurahan maupun kepala desa. “Kerja-kerja lapangan ini yang tidak dibiayai oleh negara,” ungkap dia. Diakuinya, dalam proses pembuatan sertifikat tanah tersebut, BPN tidak memiliki anggaran untuk melakukan kegiatan-kegiatan teknis lapangan yang tidak dibiayai oleh negara. Oleh karena itu, lanjutnya, agar program tersebut dapat berjalan, pihak BPN menyerahkan kegiatan kerja lapangan untuk proses pembuatan sertifikat tanah tersebut kepada pihak kelurahan dan desa agar dapat melibatkan Pokmas yang terdiri dari kepala lingkungan, RT, RW dan aparatur desa setempat untuk mengkoordinir program sertifikat tersebut. “Tapi ingat, meski yang bekerja dilapangan adalah pokmas, namun berkas permohonan sertifikat tersebut yang menyerahkannya harus dari pihak kelurahan maupun desa. Sebab yang kami berikan kewenangan untuk mengkoordinir program tersebut adalah kepala desa dan kepala kelurahan, bukanya pokmas,” pungkasnya. (iwn)

Sumber: