Culture Night of Krakatoa : Even Tahunan yang Sarat Budaya
Grand Elty Krakatoa sukses menggelar sebuah even yang bertajuk Culture Night Of Krakatoa, Sabtu (26/8) malam. Sebuah even yang diselenggarakan guna mengenang sejarah meletusnya Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883 silam. Laporan Edwin Apriandi, KALIANDA LANGIT di Kota Kalianda begitu cerah pada Sabtu (26/8/2017). Kondisi ini bertolak belakang 180 derajat pada 26 Agustus 1883 silam. Saat itu sekitar pukul 12.53 Gunung Krakatau meluarkan letusan permulaan dengan menyemburkan awan gas yang bercampur material vulkanik setinggi 24 kilometer ke langit. Lalu, kurang lebih 21 Jam kemudian atau sekitar pukul 10.20 pada 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau meledak mahadahsyat yang menggelapkan langit pada wilayah yang berada di radius 442 km dari Krakatau. Saking dahsyatnya, empat ledakan yang terjadi itu dikabarkan membuat tuli telinga orang-orang yang berada relatif dekat dengan Krakatau. Bahkan gelegarnya ledakan Krakatau terdengar hingga Perth, Australia yang jaraknya 4.500 kilometer. Ledakan itu juga bahkan berkekuatan lebih dari 10.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima, Jepang di penghujung Perang Dunia II. Kedahsyatan ledakan itu memicu gelombang tsunami yang juga mahadahyat setinggi 36,5 meter yang menelan korban jiwa mencapai 36 ribu orang di Jawa dan Sumatera. Pasca letusan tersebut, Krakatau hancur sama sekali. Mulai pada 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Gunung Anak Krakatau (GAK). Ia sangat aktif dan terus bertumbuh. Saking aktifnya, GAK adalah salah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau oleh NASA melalui satelit Earth Observing-1 atau EO-1. Berangkat dari catatan sejarah ini Grand Elty Krakatoa menggelar even bertajuk Culture Night of Krakatoa. Sebuah even gala dinner yang dibalut dengan suguhan tarian dari para penari lokal daerah. Sesuai namanya, even Culture Night of Krakatoa tersebut sarat budaya, utamanya budaya masyarakat Lampung. Ini dibuktikan dengan suguhan-suguhan tarian daerah dalam setiap sesi yang menakjubkan para penonton. Mulai dari tari sembah; tari bedana; dan pencak silat. Yang paling berkesan adalah opera Krakatoa yang disuguhkan melalui tarian daerah dengan mendeskripsikan kondisi saat terjadinya Gunung Krakatau meletus pada 134 tahun lalu. Pantauan Radar Lamsel even tersebut berlangsung megah dan wah. Para pengunjung sudah disuguhkan khasanah budaya sejak tiba di Grand Elty Krakatoa. Sebab, begitu tiba di lokasi alunan suara gitar tunggal Lampung meyambut dan mengiringi langkah para pengunjung. Termasuk menyambut staff ahli Bupati Erlan Murdiantono dan Camat Kalianda Erdiansyah yang berkesempatan hadir disana. General Manager Grand Elty Krakatoa Dwi Prasetya mengungkapkan, even Culture Night of Krakatoa memang sengaja digelar guna mengenang sejarah Krakatau yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan. Selain itu, melalui sejarah Krakatau even tersebut juga bertujuan untuk mempromosikan dan mengenalkan budaya asli Lampung khususnya Lampung Selatan kepada publik sekaligus melestarikan budaya Lampung melalui gelaran tersebut. “Kita punya banyak local tallent yang berbakat. Mereka bisa menjadi bagian dari pelestarian budaya yang kita miliki,” ungkap Dwi Prasetyo kepada Radar Lamsel disela-sela kegiatan itu. Dwi juga mengungkapkan apresiasinya kepada para pengunjung dan semua pihak yang berjibaku dalam penyelenggaraan Culture Night of Krakatoa. Khususnya para sanggar seni daerah yang ada di Bumi Khagom Mufakat, diantaranya Sanggar Seni Desa Kuripan; Sanggar Seni SMAN 1 Kalianda dan para paguyuban Pencaksilat Macan Kumbang, Desa Merakbelantung dan para tallent lainnya. “Kami ucapkan banyak terimakasih,” ujarnya. Menurutnya, gelaran tersebut akan menjadi even tahunan yang akan setiap tahun digelar. Ia berharap kegiatan itu bisa membangkitkan gairah dunia pariwisata Lampung Selatan khususnya dan Lampung pada umumnya. “Ini menjadi sarana kita untuk mempromosikan wisata yang kita miliki ke kancah nasional bahkan Internasional. Gunung Anak Krakatau yang ada diwilayah Lamsel merupakan gunung legendaris yang keberadaannya diakui masyarakat dunia,” pungkas Dwi. (dilengkapi net)
Sumber: