BPN Tunggu Respons Pemkab Soal Biaya Prona
KALIANDA – Keluhan masyarakat mengenai biaya untuk penerbitan sertifikat tanah pada program agraria nasional (prona) tahun 2017 masih terus terjadi di wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Sebab, tarif yang dibebankan setiap desa kepada masyarakatnya berbeda-beda tanpa ada dasar yang jelas. Bahkan, persoalan tersebut disampaikan oleh masyarakat kepada Bupati Lamsel H. Zainudin Hasan baik melalui pesan singkat maupun social media (sosmed). Zainudin, meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamsel untuk memberikan patokan atau dasar yang jelas atas pembiayaan yang dibebankan kepada masyarakat sebagai peserta prona. “BPN harus menjelaskan hal ini kepada masyarakat. Karena, masyarakat hanya tahu pemerintah itu adalah bupati. Ini menjadi beban moral buat saya sendiri. Sebenarnya, yang gratis itu item nya apa saja. Dan kalau toh dikenakan biaya, pantasnya berapa dan untuk apa saja,” ungkap Zainudin saat rapat koordinasi (rakor) pejabat, belum lama ini. Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Lamsel Ahmad Aminullah menegaskan, prona merupakan program yang dibiayai melalui APBN. Jadi, kata dia, masyarakat tidak dikenakan biaya mulai dari pengukuran lahan hingga penerbitan sertifikat tanah jika seluruh persyaratannya lengkap. “Pada prinsipnya jika berkas calon peserta sudah lengkap dan diserahkan ke loket BPN tidak ada biaya. Karena, untuk penerbitannya sudah dibiayai oleh APBN. Biaya yang ditetapkan itu adalah kesepakatan masyarakat selaku peserta dengan pihak panitia desa,” terang Ahmad di Kalianda, pekan lalu. Mengenai persoalan yang disampaikan Bupati, lanjut Ahmad, BPN telah menyampaikan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Pertanahan dan Kementerian Desa Tertinggal yang berkenaan dengan pungutan Prona di tingkat desa. Yang isinya memutuskan jika tarif program prona berada di kisaran Rp200 – Rp250 ribu per bidang untuk keperluan lain-lain. “SKB ini sudah kami sampaikan melalui jajaran saya kepada Sekkab Lamsel, beberapa waktu lalu. Namun, sampai sekarang justru kami menunggu surat resmi dari pemkab untuk mengeluarkan peraturan bupati (perbup) untuk keseragaman biaya prona disetiap desa. Karena, kabupaten lain sudah di perbup kan,” lanjutnya. Biaya yang ditetapkan oleh SKB tiga menteri ini, imbuhnya, bisa dijadikan pedoman desa dalam mengurus surat tanah bagi warga yang belum memilik surat tanah dan biaya operasional proses prona di tingkat desa/lingkungan. Namun sayangnya, Sekkab Lamsel Ir. Freddy Sukirman belum bisa dimintai keterangan mengenai pernyataan dari BPN yang telah menyampaikan SKB tiga menteri soal biaya prona. Dihubungi melalui sambungan telepon dalam kondisi tidak aktif, Minggu (24/9) kemarin. (idh)
Sumber: